Perkembangan Vaksin Dengue ( demam berdarah )

Author: dayat /

Perkembangan Vaksin Dengue
(Demam berdarah)


1. Pendahuluan
Virus Dengue adalah jenis virus dari grup Flavivirusyang mempunyai 4 serotipe; Dengue­1, Dengue­2, Dengue­3, dan Dengue­4. Bentuk infeksi virus Dengue dapat berupa Dengue Fever (DF), Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Dengue Shcok Syndrome (DSS). Penyakit ini terutama menyerang anak-anak dengan gejala demam tinggi mendadak, dapat disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan syok dan kematian (Depkes RI, 1986).
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk terutama Aedes aegypti, tetapi dapat juga melalui Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris (WHO, 1986). A. aegypti dan A. albopictus terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia sehingga memungkinkan seluruh daerah Indonesia terjangkit infeksi Dengue, terlebih dengan semakin majunya perhubungan dan ramainya lalu lintas manusia antara daerah. Sampai saat ini hanya pemberantasan vektor yang dapat dilakukan untuk pencegahan infeksi virus Dengue ini kurang efektif Untuk itu diusahakan cara pencegahan lain yaitu dengan vaksinasi. (Eckels dkk, 1980).
Kekebalan manusia terhadap virus Dengue dengan jenis antigen yang sama merupakan kekebalan seumur hidup. Oleh sebab itu vaksin virus Dengue yang hidup diduga juga menghasikan kekebalan yang berlangsung lama. Seisms daya lindung antara serotipe virus Dengue terbatas, maka penyelidikan vaksin setiap serotipe virus (monovalen) dibutuhkan sebelum imelangkah ke vaksin multivalen,virus Dengue-2 adalah serotipe yang utama menimbulkan wabah DHF/DSS dan banyak meng-akibatkan kematian (WHO, 1986). Oleh karena itu diharapkan adanya vaksin virus ideal yang dapat memberi kekebalan kepada semua orang, dan menghasilkan antibodi yang dapat memberi daya lindung lama serta tanpa menimbulkan efek samping bagi si penerima.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit akut yang ditandai dengan panas mendadak selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan dan kadang–kadang disertai dengan berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau rejatan (syok). (Ditjen PPM dan PLP, 1996 :21). Menurut Satari (2004), Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang berakibat fatal. Sedangkan menurut Hiswani (2003), penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus, terutama menyerang pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian
1.1 Vaksin dangue-2
Penelitian vaksin Dengue­2 hidup yang dilemahkan sudah dimulai sejak tahun 1971 di Walter Reed Army Institute of Research dan Universitas Hawai (Halstead, 1980).
Virus Dengue­ ini didapat dari seorang laki-laki di Puerto Rico padatahun1969 dan di-inokulasikan pada sel PGMK (Primary Green­ Monkey Kidney) sebanyak 19 kali. Salah satu clone yang terbentuk yaitu S­1 mempunyai sifat-sifat antara lain: menghasilkan plague kecil pada selnya, keganasan penyakitnya menurun pada tikus dan monyet, sensitif terhadap perubahan suhu dan menunjukkan penurunan pertumbuhan di dalam biakan monosit manusia (Eckels dkk, 1976). Setelah 4 kali pencucian yang dilakukan pada sel diploid paru-paru dari janin rhesu). Vaksin virus Dengue-2 tersedia dengan label DEN­2 (PR­159/S-1) lot no: 1 dalam bentuk lyophilized, kemasan 3 ml, dengan cara pemberian subkutan, pada legan atas kiri, hasil produksi Departement of Biologics Research, Walter Reed Army Institute of Research, Washington, D.C (Bancroft dkk, 1981).
2. Penyebab infeksi
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus, famili Togaviridae dan termasuk genus Flavivirus dengue. Terbagi empat macam / serotipe yaitu:a. Dengue 1 (DEN – 1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.b. Dengue 2 (DEN – 2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.c. Dengue 3 (DEN – 3), diisolasi oleh Sather.d. Dengue 4 (DEN – 4), diisolasi oleh Sather. (Hiswani.2003).
Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam-macam gejala seperti dibawah ini:a. Asymtomatis.b. Mild Undifferentiated Febrile Illnes.c. Dengue Fever ( demam dengue ).d. Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD ).e. Dengue Shock Syndrome ( DSS ). (Hiswani.2003).
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimia lain serta masa viremia yang pendek, sehingga keberhasilan dan identifikasi virus sangat bergantung kepada kecepatan dan ketepatan pengambilan. Virus DEN virionnya tersusun oleh suatu untaian genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu envelope (selubung) dari lipid yang mengandung 2 protein, yaitu selubung protein (E) dan protein membran (M).(Soegijanto, 2004). Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik WHO (1999) sebagai berikut:
a. Demam mendadak tanpa penyebab yang jelas serta disertai penurunan aktifitas dan nafsu makan.b. Timbul perdarahan baik di gigi, mulut, hidung, kulit, atau tinja.c. Demam yang disertai kemerahan di wajah dan leher serta muntah.d. Tiba-tiba terjadi penurunan suhu tubuh setelah beberapa waktu penderita mengalami demam. Gejala ini diiringi dengan rasa gelisah, sakit perut, dan badan lemas.Kriteria untuk diagnosis laboratorium, satu atau lebih dari hal-hal berikut :a. Isolasi virus dengue dari serum, plasma, leukosit ataupun otopsib. Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta berpadangan.c. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISAd. Dibuktikan dengan keberadaan gambaran genomic sekuen virus dari jaringan otopsi, sediaan serum atau cairan serbro spinal (CSS), dengan uji Polymerase Chain Reaction (PCR). (Anonim, 2007). Kewaspadaan menegakkan diagnosis dini penyakit ini sangat penting oleh karena:a. Satu dari tiga penderita Demam Berdarah Dengue akan jatuh ke dalam renjatan.b. Angka kematian yang tinggi sekitar 30 %, diakibatkan renjatan,merupakan gambaran yang menakutkan dan memerlukan penatalaksanaan secara khusus.c. Penderita yang jatuh ke dalam renjatan pada waktu sedang dirawat, mempunyai prognosis yang lebih baik. (Pasaribu, 1992).
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruangan ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokosentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma turun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura,hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Tidak terjadi lesi destruksi nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hematokrit pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak di antara penderita menunjukkan kuagulogram yang abnormal. .( Soegijanto, 2004).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Telur, larva dan pupa nyamuk Ae. Aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genanganairditanah.
Survey yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangakap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya. Nyamuk Ae. Aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat yang terlindungi sinar matahari. Nyamuk Ae. Aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00. Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia daripada hewan, menggigit dan menghisap darah beberapa kali pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum menghisap darah beberapa kali karena pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum kenyang, orang sudah bergerak, nyamuk terbang dan menggigit lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangantelurnya. Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae. Aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida, dan warna. Khan dkk.(1996) melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegangi peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap dan di tempat-tempat lain yang terlindung. (Soegijanto, 2004).
Di sini dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Dan yang sekarang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M yaitu :
1) Menguras tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali,2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa,3) Menanam / menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan. (Soegijanto, 2004)
Dari semua cara pengendalian tersebut di atas tidak ada satu pun yang paling unggul. Untuk menghasilkan cara yang efektif maka dilakukan kombinasi dari beberapa cara tersebut di atas. Tapi yang paling penting di atas semua cara-cara tersebut adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungannya dan memahami tentang mekanisme terjadinya penularan penyakit DBD sehingga dapat berperan secara aktif menanggulangi penyakit DBD. (Soegijanto, 2004).














DAFTAR PUSTAKA

1. Acmad, Holani (1997). Menuju Desa Bebas Demam Berdarah Dengue.Berita Epidemiologi ,Maret 1997.
2. Ahmad Taufik S, Rohadi, Rina Lestari (2007). Profil Hematologi dan Serologi Penderita DHF yang dirawat di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram Juni 2005-Juni 2006. Jurnal Kedokteran Mataram, Nomor 2, Februari 2007.
3. Anonim (2007). Demam Berdarah.www.infeksi.com
4. Alimul, A. Aziz, S.Kep. Ners. (2003). Riset Keperawatan dan Teknis Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
5. Banjarmasin Pos (2007). Musim Hujan, Awas Demam Berdarah. http://www.indomedia.com/bpost/012007/5/ragam/art-1.htm Jumat, 05 Januari 2007 00:08
6. Chemika, Brataco (2003).Nyamuk Aedes aegypty. http://www.bratachem.com/abate/ nyamuk.htm. 14 April 2004
7. Darwis, Sudarwan Danim (2003). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
8. Depkes RI (2004). Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Badan Litbangkes
9. Depkes RI (2004). 56 Penderita Demam Berdarah di Jawa Timur Meninggal.www.depkes.go.id.2-11-2007
10. Depkes RI (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Dirjen PP& PL
11. Ditjen PPM dan PLP (1996). Laporan KLB DBD : Upaya penanggulangannya di Kabupaten Kupang Propinsi NTT tanggal 6 s/d 10 Februari 1996.Berita Epidemiologi, Kwartal I,1996
12. Hayani (2006). Pengaruh Pelatihan Guru UKS terhadap Efektivitas Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di Tingkat Sekolah Dasar, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 5 No 1, April 2006 : 376 – 379
13. Hiswani (2003). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. http://library.usu.ac.id
14. Muhlisin,Abi (2006). Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. WARTA, 124 A, Vol .9, No. 2, September 2006: 123 – 129
15. Notoatmodjo,Soekidjo (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
16. Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
17. Nursalam, (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan (pedoman skripsi tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : salemba medika
18. Pasaribu,Syahril (1992). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992
19. Riduwan, (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta
20. Satari,Hindra dkk (2004). Demam Berdarah : Perawatan di rumah dan rumah sakit. Jakarta : Puspa Swara
21. Saifudin, Aswar (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
22. Setyowati, dkk (2006). Evaluasi Pemeriksaan Imunokromatografi -. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 2, Mar 2006: 91-8890
23. Siregar,Faziah A.,Dr. (2004). Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. © 2004 Digitized by USU digital library
24. Soegijanto, Soegeng (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press
25. STIKES Surya Mitra Husada (2007). Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi. Kediri
26. Taufik, M. (2007). Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan. Jakarta : Infomedika
27. WHO (1999). Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, dan Pengendalian. Jakarta :EGC

PERANAN MIKROBA DALAM BIDANG LINGKUNGAN

Author: dayat /

PERANAN MIKROBA DALAM BIDANG LINGKUNGAN

Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita, ada yang menghuni tanah air dan atmosfer planet kita. Adanya mikroba di planet lain diluar bumi telah diselidiki pula, namun sejauh ini di ruang angkasa belum menampakkan adanya mikroba. studi tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya disebut ekologi mikroba . Ekologi merupakan bagian biologi yang berkenaan dengan studi mengenai hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya.

Saat ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, yang berperan membantu memperbaiki kualitas lingkungan. Terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Dalam hal ini akan dibahas beberapa pemanfaatan mikroba dalam proses peruraian bahan pencemar dan peran lainnya untuk mengatasi bahan pencemar.

A. PERURAIAN / BIODEGRADASI BAHAN PENCEMAR (POLUTAN)

1. Mikroba dalam pembersihan air

Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang keadaannya sudah kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah ke-hidupan, yaitu misalnya yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata-air dan sebagai-nya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :

– Kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainya.

– Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.

– Kelompok mikroalge (misalnya yang termasuk mikroalga hijau, biru dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang berwarna hijau, biru atau pun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.

Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan bele­rang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, men­jadi bau, berubah warna, dan sebagainya.

Mikroba yang terdapat dalam air limbah kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi dalam air.

Secara kimia digunakan indeks BOD (biological oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand). Prinsip perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan oksigen meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat. Untuk mempercepat perombakan umumnya diberi aerasi untuk meningkatkan oksigen terlarut, misalnya dengan aerator yang disertai pengadukan.

Setelah terjadi perombakan bahan organik maka nilai BOD menurun sampai nilai tertentu yang menandakan bahwa air sudah bersih. Dalam suasana aerob bahan-bahan dapat dirubah menjadi sulfat, fosfat, ammonium, nitrat, dan gas CO2 yang menguap. Untuk menghilangkan sulfat, ammonium dan nitrat dari air dapat menggunakan berbagai cara. Dengan diberikan suasana yang anaerob maka sulfat direduksi menjadi gas H2S, ammonium dan nitrat dirubah menjadi gas N2O atau N2.

2. Mikroba perombak deterjen

Alkil Benzil Sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunakan sebagai pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap keluar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada alkil. Hal ini dapat

dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier.

3. Mikroba perombak plastik

Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai diproduksi plastik yang mudah terurai.

Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah.

Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Cladosporium sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes Streptomyces rubrireticuli.

Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang.

3. Minyak Bumi

Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik, alisiklik, dan aromatik. Mikroba berperanan penting dalam menguraikan minyak bumi ini. Ketahanan minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung pada struktur dan berat molekulnya.

Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat meracun terhadap mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C sedang dengan atom C 10-24 paling cepat terurai. Semakin panjang rantaian karbon alkana menyebabkan makin sulit terurai. Adanya rantaian C bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian, karena atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.

Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai dari pada alkana linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan sebagai sumber C untuk mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang cukup panjang. Senyawa ini dapat terurai karena kometabolisme beberapa strain mikroba dengan metabolisme saling melengkapi. Jadi walaupun senyawa hidrokarbon dapat diuraikan oleh mikroba, tetapi belum ditemukan mikroba yang berkemampuan enzimatik lengkap untuk penguraian hidrokarbon secara sempurna.

4. Sampah

Mikroba (fungi dan bakteri) secara tradisional berfungsi sebagai decomposer (pengurai). Makhluk hidup yang telah mati akan diuraikan oleh mereka menjadi unsur-unsur yang lebih mikro. Tanpa adanya mikroba decomposer, bumi kita ini akan dipenuhi oleh bangkai dalam jumlah banyak. Mikroba decomposer inilah yang digunakan untuk pengolahan sampah/limbah. Teknologi lingkungan yang terbaru telah memungkinkan pengolahan sampah/limbah dengan perspektif lain. Sampah pada awalnya dipilah antara organik dan non organik. Sampah non organik akan didaur ulang, sementara sampah organik akan mengalami proses lanjutan pembuatan kompos. Proses tersebut adalah menciptakan kondisi yang optimum supaya kompos dapat dibuat dengan baik. Optimasi kondisi tersebut, selain desain alat yang baik dan ventilasi untuk proses aerasi, adalah juga menciptakan kondisi optimum bagi mikroba composter untuk melaksanakan proses composting. Parameter optimasinya bisa berupa keasaman, suhu, dan medium pertumbuhan. Jika parameter tersebut diperhatikan, maka proses composting diharapkan bisa efektif dan efisien.

B. PERAN LAIN MIKROBA UNTUK MENGATASI MASALAH PENCEMARAN

1. Biopestisida

Pestisida mikroba termasuk biopestisida yang telah banyak digunakan untuk menggantikan pestisida kimia sintetik yang banyak mencemari lingkungan. Penggunaan pestisida mikroba merupakan bagian dari pengendalian hama secara hayati menggunakan parasit, hiperparasit, dan predator. Salah satu keuntungan pestisida yang dikembangkan dari mikroba adalah (a) dapat berkembang biak secara cepat dalam jasad inangnya (hospes), (b) dapat bertahan hidup di luar hospes, (c) sangat mudah tersebar di alam. Namun mempunyai kelemahan tidak secara aktif mencari hospes atau hama sasarannya.

Mikroba yang telah dikembangkan untuk biopestisida adalah berbagai macam mikroba sebagai berikut:

a. Virus penyebab penyakit hama, seperti NPV (nuclear polyhidrosis virus), CPV (cytoplasmic polyhidrosis virus), dan GV (granulosis virus) untuk mengendalikan Lepidoptera. Baculovirus untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, dan diptera.

b. Bakteri yang dapat mematikan serangga hama, yang terkenal adalah Bacillus thuringiensis (Bt). Bakteri ini dapat digunakan untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, diptera, dan coleoptera. Bakteri ini dapat menghasilkan kristal protein toksin yang dapat mematikan serangga hama. Selain itu ada bakteri lain seperti Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris untuk mengendalikan belalang, Pseudomonas septica dan Bacillus larvae untuk hama kumbang, Bacillus sphaericus untuk mengendalikan nyamuk, dan B. Moritai untuk mengendalikan lalat.

c. Jamur yang termasuk entomophagus dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Sebagai contoh Metarhizium anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan kumbang Rhinoceros dan belalang cokelat. Beauveria bassiana untuk mengendalikan kumbang kentang, Nomurea rilevi untuk mengendalikan lepidoptera, Paecylomyces lilacinus dan Gliocladium roseum dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda.

2. Logam Berat

Limbah penambangan emas dan tembaga (tailing) yang banyak mengandung logam berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan kulit banyak menghasilkan limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta penggunaan pupuk (misalnya pupuk fosfat) yang mengandung logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd, sekarang banyak menimbulkan masalah pencemaran logam berat. Logam berat dalam konsentrasi rendah dapat membahayakan kehidupan karena afinitasnya yang tinggi dengan sistem enzim dalam sel, sehingga menyebabkan inaktivasi enzim dan berbagai gangguan fisiologi sel.

Bakteria dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa ligan berberat molekul rendah yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk kompleks dengan logam-logam termasuk logam berat. Umumnya pengkhelatan logam berat oleh bakteri adalah sebagai mekanisme bakteri untuk mempertahankan diri terhadap toksisitas logam. Bakteri yang tahan terhadap toksisitas logam berat mengalami perubahan sistem transport di membran selnya, sehingga terjadi penolakan atau pengurangan logam yang masuk ke dalam sitoplasma. Dengan demikian logam yang tidak dapat melewati membran sel akan terakumulasi dan diendapkan atau dijerap di permukaan sel.

Untuk mengambil logam berat yang sudah terakumulasi oleh bakteri, dapat dilakukan beberapa cara. Logam dari limbah cair dapat dipisahkan dengan memanen mikroba. Logam yang berada dalam tanah lebih sulit untuk dipisahkan, tetapi ada cara pengambilan logam menggunakan tanaman pengakumulasi logam berat. Tanaman yang termasuk sawi-sawian (misal Brassica juncea) dapat digunakan bersama-sama dengan rhizobacteria pengakumulasi logam (misal Pseudomonas fluorescens) untuk mengambil logam berat yang mencemari tanah. Selanjutnya logam yang telah terserap tanaman dapat dipanen dan dibakar untuk memisahkan logam beratnya.

METODE STERILLISASI MIKROBIOLOGI

Author: dayat /

METODE STERILLISASI MIKROBIOLOGI

Saat ini informasi yang diperoleh dari bidang mikrobiologi memberikan sumbangan yang sangat besar, khususnya dalam mengawasi penyakit menular. Selain itu, mikroorganisme telah digunakan untuk mempelajari berbagai proses biokimia yang diketahui terjadi pula pada bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Banyak fakta tentang metabolisme manusia yang diketahui sekarang mula-mula diketahui terjadi pada mikroorganisme. Demikian pula dengan teknologi yang sekarang sedang popular, misal Rekayasa Genetik, yang tidak lain merupakan perkembangan genetika molekuler yang menjelaskan bagaimana gen mengatur aktivitas sel. Semua ini berasal dari studi tentang mikroorganisme. Jadi, bidang mikrobiologi tidak hanya studi tentang penyebab penyakit tetapi merupakan studi tentang semua aktivitas hayati mikroorganisme.

Mikroorganisme banyak dipelajari di laboratorium untuk banyak tujuan. Derajat perinciannya untuk mempelajari itu tergantung kepada maksud pemerikasaan laboratories tersebut. Tersedianya pula teknik untuk menentukan ukuran,bentuk, danstruktur sel-sel individu serta beberapa prosedur untuk menumbuhkan (membiakkan) mikroorganisme di laboratorium.

Pada bahasan berikut ini dititikberatkan pada metode/prosedur untuk membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan atau yang biasannya dikenal dengan istilah sterilisasi.Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas (pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida, asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin) (Hadioetomo, 1993).

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi.

1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi)

Di dalam sterilisai secara mekanik (filtrasi), menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.

Jika terdapat beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan atau penguraian, maka sterlisasi yang digunakan adalah dengan cara mekanik, misalnya dengan saringan. Didalam mikrobiologi penyaringan secara fisik paling banyak digunakan adalah dalam penggunaan filter khusus misalntya filter berkefeld, filter chamberland, dan filter seitz. Jenis filter yang dipakai tergantung pada tujuan penyaringan dan benda yang akan disaring.

Penyaringan dapat dilakukan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring yang memilki pori-pori cukup kecil untuk menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar sedangkan cairan atau gas yang melaluinya akan steril. Alat saring tertentu juga mempergunakan bahan yang dapat mengabsorbsi mikroorganisme. Saringan yang umum dipakai tidak dapat menahan virus. Oleh karena itu, sehabis penyaringan medium masih harus dipanasi dalam otoklaf. Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka tehadap panas seperti serum,enzim,toksin kuman,ekstrak sel,dsb.

· Menyaring cairan

Hal dapat dilakukan dengan berbagai filter seperti saringan Seitz, yang menggunakan saringan asbestos sebagai alat penyaringannya; saringan berkefeld, yang mempergunakan filter yang terbuat dari tanah diatom; saringan chamberland, yang mempergunakan filter yang terbuat dari porselen; dan fritted glass filter, yang mempergunakan filter yang terbuat dari serbuk gelas. Saringan asbes lebih mudah dan lebih murah daripada saringan porselen. Saringan asbes dapat dibuang setelah dipakai, sedangkan saringan porselen terlalu mahal bila dibuang, tetapi terlalu sulit untuk dibersihkan.

· Menyaring udara

Untuk menjaga suatu alat yang sudah steril agar tidak tercemar oleh mikroba atau untuk menjaga agar suatu biakan kuman tidak tercemar oleh kuman yang lain, maka alat-alat tersebut harus ditutup denagn kapas, karena kapas mudah ditembus udara tetapi dapat menahan mikroorganisme. Harus dijaga agar kapas tidak menjadi basah, oleh karena kapas yang basah memungkinkan kuman menembus kedalam. Untuk mencegah pencemaran oleh kuman-kuman udara pada waktu menuang perbenihan, dapat dipergunakan suatu alat yang disebut laminar flow bench dimana udara yang masuk kedalamnya disaring terlebih dahulu dengan suatu saringan khusus. Saringan ini ada batas waktu pemakaiannya dan harus diganti dengan yang baru apabila sudah tidak berfungsi lagi.

2. Sterilisasi secara fisik

Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.

· Pemanasan

a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.

b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.

c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.

d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf

· Penyinaran dengan UV

Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV

3. Sterilisaisi secara kimiawi

Biasanya sterilisasi secara kimiawi menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti halnya alkohol. Umumnya isopropil alkohol 70-90% adalah yang termurah namun merupakan antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan yodium pada alkohol akan meningkatkan daya disinfeksinya. Dengan atau iodium, isopropil tidak efektif terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh spora adalah campuran formaldehid dengan alkohol, tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai antiseptik.

Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dan kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat dipakai untuk sterilisasi antara lain yaitu halogen (senyawa klorin, iodium), alkohol,fenol,hidrogen feroksida,zat warna ungu kristal, derivat akridin, rosanalin, detergen, logam berat (hg,Ag,As,Zn), aldehida, dll.

Berbagai prosedur umum kerja dalam mikrobiologi yang membutuhkan teknik

· Desinfeksi meja kerja

a. Singkirkan semua barang yang tidak diperlukan dari meja dan ruang kerja

b. Semprotkan meja kerja denga alkohol 70 % beberapa kali hingga merata

c. Kemudian semprotkan lagi alkohol pada tlapak tangan

d. Letakkan alat dan bahan-bahan yang diperlukan pada meja kerja dan semprotkan kembali alkohol pada semua peralatan.

e. Setelah itu diamkan beberapa saat dan kembali semprotkan alkohol ke seluruh permukaan tangan ketika hendak mulai bekerja.

f. clip_image002Letakkan pembakar spiritus lalu biarkan.


· Memindahkan Biakan secara Aseptis

a. Persiapkam alat dan bahan seperti spirirtus,jarum inokulum(jarum ose),rak tabung dan dua buah tabung tertutup yang berisi biakan bakteri/virus.

b. Bakarlah ujung hingga pangkal jarum inokulum dengan pembakar spirirtus.

c. Buka tutup kedua tabung dan bakar mulut kedua buah tabung tersebut dengan pembakar spiritus agar kontaminan mati.

d. Ambil satu ulasan pada tabung pertama dengan jarum inokulum kemudian masukkan jarum tadi pada tabung kedua dengan teknik spread zig-zag.

e. Bakar kembali mulut tabing agar kontamina pada proses transfer mati.

f. Tutup kembali tabung tersebut, dan bakar ujung jarum inokulum untuk memebunuh sisa bakteri yang ada.



clip_image004


· Memindahkan Biakan dari Cawan

a. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Bakar mulut cawan bagian tepi dengan memutarnya di atas api, serta pijarkan jarum inokulum dan di dinginkan.

c. Buka mulut cawan yang berisi biakan koloni dan ambil koloni tunggalnya dengan menempelkan jarum inokulum loop.

d. Kemudian tanamkan kembali koloni yang sudah diambil tadi pada media yang baru dengan teknik spread kontinyu.

e. Panaskan kembali mulut cawan dan tutup rapat serta panaskanjarum inokulum yang telah digunakan.



clip_image006



· Memindahkan Cairan dengan pipet

a. Persiapkan alat dan bahan-bahan yang akan digunakan.

b. Lepaskan bungkus pipat dan panaskan ujung pipet pada pembakar spiritus. (Usahakan daerah ujung pipet berdekatan dengan api).

c. Ambil dua buah tabung dan buka tutpnya untuk dipanaskan bagian ujung mulut tabung.

d. Pipet cairan pada tabung pertama dengan menekan tombol S pada filter dengan volume tertentu. Kemudian pindahkan ke tabung lainnya dan keluarkan cairan tersebut dengan menekan E pada filter.

e. Setelah itu bakar kedua mulut tabung tadi dan tutup kembali dengan rapat.



clip_image008


· Menuangkan Media

a. Persiapkan alat dan bahan yang digunakan.

b. Panaskan mulut erlenmeyer yang berisi media pertumuhan mikroorganisme.

c. Tuangkan media dalam erlemneyer ke cawan petri yang berisi biakan murni.

d. Ratakan dengan menggoyangkan cawan.



clip_image010


Prinsip cara kerja autoklaf

Autoklaf adalah alat untuk memsterilkan berbagai macam alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 1210C.



clip_image012


Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan.

Cara Penggunaan :

1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.

2. Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol beretutup ulir, maka tutup harus dikendorkan.

3. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar dari bibir autoklaf. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu.

4. Nyalakan autoklaf, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu 121oC.

5. Tunggu samapai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.

6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati.

Suhu dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media digunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 1210C atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 1000C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu 1210C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 1210C dan tekanan 15 psi selama 15 menit.

Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.

Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus, lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik.

Beberapa media atau bahan yang tidak disterilkan dengan autoklaf adalah :

- Bahan tidak tahan panas seperti serum, vitamin, antibiotik, dan enzim

- Paelarut organik, seperti fenol

- Buffer engan kandungan detergen, seperti SDS

Untuk mencegah terjadinya presipitasi, pencoklatan (media menjadi coklat) dan hancurnya substrat dapat dilakukan pencegahan sebagai berikut :

- Glukosa disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa fosfat

- Senyawa fosfat disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa garam mineral lain.

- Senyawa garam mineral disterilkan terpisah dengan agar

- Media yang memiliki pH > 7,5 jangan disterilkan dengan autoklaf

- Jangan mensterilisasi larutan agar dengan pH < 6,0

Erlenmeyer hanya boleh diisi media maksimum ¾ dari total volumenya, sisa ruang dibirkan kosong. Jika mensterilkan media 1L yang ditampung pada erlenmeyer 2L maka sterilisasi diatur dengan waktu 30 menit.

Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi)

Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yagn mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini.

Tyndalisasi

Konsep kerja metode ini merip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan dengan metode ini. Misalnya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan mengalami koagulasi dan bahan yang berpati disterilkan pada suhu bertekanan pada kondisi pH asam akan terhidrolisis.

Cara kerja :

· Bahan dimasukkan kedalam erlenmeyer atau botol dan ditutup rapat dengan sumbat atau aluminium foil.

· Erlenmeyer/botol lalu dimasukkan kedalam alat sterilisasi (alat standar menggunakan Arnold Steam Sterilizen atau dandang).

· Nyalakan sumber panas dan tunggu hingga termometer menunjukkan suhu 1000C kemudian hitung waktu mundur hingga 30 menit (uap panas yang terbentuk akan mematikan mikroba).

· Setelah selesai alat sterilisasi dimatikan dan bahan yang steril dikeluarkan.

· Setelah 24 jam, bahan tersebut di sterilkan lagi dengan cara yang sama, sedang waktu ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan spora atau sel vegetatif yang belum mati untuk tumbuh sehingga mudah dibunuh.

Sterilisasi dengan udara panas (Dry heat sterilization)

Sterilisasi dengan metode ini biasanya digunakan untuk peralatan gelas seperti cawan petri, pipet ukur dan labu erlenmyer. Alat gelas yang disterilisasi dengan udara panas tidak akan timbul kondensasi sehingga tidak ada tetes air (embun) didalam alat gelas.

· Bungkus alat-alat gelas dengan kertas payung atau aluminium foil

· Atur pengatur suhu oven menjadi 1800C dan alat disterilkan selama 2-3 jam.

Prinsip kerja Biological Saferty Cabinet

Biological Safety Cabinet merupakan kabinet kerja yang sterilkan untuk kerja mikrobiologi. BSC memiliki suatu pengatur aliran udara yang menciptakan aliran udara kotor (dimungkinkan ada kontaminan) untuk disaring dan diresirkulasi melalui filter.

BSC juga disebut biosafety hood, dan juga dikenal dengan Laminar flow hood atau Class II vertical flow cabinet yang menyediakan alat filtrasi dan aliran udara yang bersirkulasi didalam ruang kerja. Aliran udara diatur untuk menghambat udara luar masuk dan udara di dalam keluar, untuk mencegah kontaminasi dari luar dan pencemaran bakteri dari ruang BSC. Udara yang keluar disaring melewati penyaring sehingga sel-sel yang berbahaya tidak lepas keluar ke ruangan lain.

imageBerbagai kelas Biological Safety Cabinet.



clip_image002


BSC yang dimiliki Lab mikrobiologi merupakan BSC kelas II yang memiliki konfigurasi udara seperti gambar disamping ini. Udara yang berasal dari luar kabinet akan langsung terserap masuk kesaluran bawah yang bergabung dengan udara dari meja kerja yang dimungkinkan mengandung bakteri yang digunakan untuk kerja. Udara dari meja kerja disedot dari depan meja kerja. Kemudian udara kotor ini disaring oleh penyaring HEPA dan disirkulasikan keluar kabinet atau kembali lagi ke meja kerja sebagai udara bersih.